Sabtu, 24 Desember 2011
Walhi Tolak Perkebunan Sawit di Mentawai
KBR68H - Walhi Sumatera Barat menolak rencana pembukaan 20 ribu hektar perkebunan sawit di Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai. Penolakan ini terkait rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mempersiapkan izin untuk pembukaan lahan sawit di kepulauan Mentawai.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Khalid Saipullah mengatakan, pembukaan lahan akan merusak ekosistem. Khalid menambahkan secara geografis daerah Mentawai yang merupakan kawasan kepulauan tidak cocok untuk pembukaan lahan perkebunan sawit.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Khalid Saipullah mengatakan, pembukaan lahan akan merusak ekosistem. Khalid menambahkan secara geografis daerah Mentawai yang merupakan kawasan kepulauan tidak cocok untuk pembukaan lahan perkebunan sawit.
Sejarah Taman Nasional Siberut
Konservasi di Pulau Siberut telah dimulai pada tahun 1976 dengan ditetapkannya kawasan Suaka Margasatwa Teitei Batti dengan luas 6.500 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 670/Kws/Um/10/1976 tanggal 25 Oktober 1976.
Pada tahun 1979 kawasan Suaka Margasatwa Teitei Batti diperluas menjadi 56.500 ha dan diubah statusnya menjadi suaka alam sesuai keputusan Menteri Pertanian No. 758/Kws/Um/12/1978 tanggal 5 Desember 1978.
Pada tahun 1979 kawasan Suaka Margasatwa Teitei Batti diperluas menjadi 56.500 ha dan diubah statusnya menjadi suaka alam sesuai keputusan Menteri Pertanian No. 758/Kws/Um/12/1978 tanggal 5 Desember 1978.
Sosial Budaya Masyarakat mentawai
Suku Mentawai
Nenek Moyang orang Mentawai diperkirakan datang ke Pulau Siberut sekitar 3.000 tahun yang lalu. Asal mereka belum diketahui secara jelas, dan banyak pendapat mengenainya, tetapi kemungkinan berasal dari Batak, Sumatera Utara. Menurut kepercayaan masyarakat Siberut, keseluruhan suku yang ada di sana awalnya berasal dari satu suku/uma dari daerah Simatalu yang terletak di Pantai Barat Pulau Siberut yang kemudian menyebar ke seluruh pulau dan terpecah menjadi beberapa uma/suku.
Nenek Moyang orang Mentawai diperkirakan datang ke Pulau Siberut sekitar 3.000 tahun yang lalu. Asal mereka belum diketahui secara jelas, dan banyak pendapat mengenainya, tetapi kemungkinan berasal dari Batak, Sumatera Utara. Menurut kepercayaan masyarakat Siberut, keseluruhan suku yang ada di sana awalnya berasal dari satu suku/uma dari daerah Simatalu yang terletak di Pantai Barat Pulau Siberut yang kemudian menyebar ke seluruh pulau dan terpecah menjadi beberapa uma/suku.
Kabupaten Kepulauan Mentawai
Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Kabupaten ini dibentuk berdasarkan UU RI No. 49 Tahun 1999[6] dan dinamai menurut nama asli geografisnya. Kabupaten ini terdiri dari 4 kelompok pulau utama yang berpenghuni[7] yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan yang dihuni oleh mayoritas masyarakat suku Mentawai. Selain itu masih ada beberapa pulau kecil lainnya yang berpenghuni namun sebahagian besar pulau yang lain hanya ditanami dengan pohon kelapa.
Selengkapnya :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kepulauan_Mentawai
Suku Mentawai
Suku Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. Sebagaimana suku Nias dan suku Enggano, mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat. Daerah hunian warga Mentawai, selain di Mentawai juga di Kepulauan Pagai Utara dan Pagai Selatan. Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari belum mengenal bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah penggunaan tato di sekujur tubuh, yang terkait dengan peran dan status sosial penggunanya.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mentawai
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mentawai
Mentawai
Kabupaten Mentawai dibentuk oleh empat pulau : Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan, terletak 85-135 km dari Pantai Sumatera Barat, antara 00 550 - 30 200 LS and 980 310 - 1000 400 BT dengan luas daratan ± 7.000 km2 (Siberut 4.480 km2, Sipora 845 km2, Pagai 1.675 km2). Tua Pejat di Pulau Sipora merupakan Ibukota Kabupaten.
Mentawai adalah pulau sedimen yang berlumpur, bertanah liat campur kapur yang usianya relatif muda. Curah hunjan tertinggi terjadi pada bulan April (290 mm) dan Oktober (390 mm) sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari (220 mm) dan Juni (220 mm). Proses pengendapan masih terus berlangsung di sepanjang pantai timur termasuk daerah perairan dalam. Proses tersebut ditandai oleh garis pantai yang tidak rata, berteluk, bertanjung, dan berpulau kecil dan berpantai karang. Pantai barat relatif lebih lurus, berpasir lebar, bergelombang besar, sedikit karang dan tidak umum dilayari.
Selengkapnya :
Kehidupan Masyarakat Asli Mentawai
Penduduk dan Kepercayaan
Keindahan Alam pantai dan Laut
Aksesibilitas
Lokasi Wisata Selancar
http://www.minangkabautourism.info/mentawai.html
Mentawai adalah pulau sedimen yang berlumpur, bertanah liat campur kapur yang usianya relatif muda. Curah hunjan tertinggi terjadi pada bulan April (290 mm) dan Oktober (390 mm) sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari (220 mm) dan Juni (220 mm). Proses pengendapan masih terus berlangsung di sepanjang pantai timur termasuk daerah perairan dalam. Proses tersebut ditandai oleh garis pantai yang tidak rata, berteluk, bertanjung, dan berpulau kecil dan berpantai karang. Pantai barat relatif lebih lurus, berpasir lebar, bergelombang besar, sedikit karang dan tidak umum dilayari.
Selengkapnya :
Kehidupan Masyarakat Asli Mentawai
Penduduk dan Kepercayaan
Keindahan Alam pantai dan Laut
Aksesibilitas
Lokasi Wisata Selancar
http://www.minangkabautourism.info/mentawai.html
Profil Kabupaten Kepulauan Mentawai
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu wilayah yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ibu kotanya berada di Tua Pejat. Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan. Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai 6.011,35 Km2 yang terbagi menjadi empat kecamatan.
Gempa Mentawai dan Merapi Meletus Terkait?
Pakar geodesi dari ITB angkat bicara mengenai dua bencana yang terjadi hampir bersamaan.
VIVAnews - Senin 25 Oktober 2010, pukul 21.42 WIB, sebuah gempa berkekuatan 7,2 skala Richter terjadi di barat daya Pulau Pagai, Mentawai, Sumatera Barat. Sebuah tsunami pun lahir, menghantam kawasan pantai barat gugusan kepulauan di kabupaten terluas di Sumatera Barat itu.
Kurang 24 jam, pada Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB, Gunung Merapi mengeluarkan erupsi pertama setelah dari sebulan sebelumnya dinyatakan bahaya. Erupsi-erupsi menghasilkan awan panas yang kemudian diketahui menewaskan 29 orang termasuk Juru Kunci Merapi, Mbah Maridjan.
VIVAnews - Senin 25 Oktober 2010, pukul 21.42 WIB, sebuah gempa berkekuatan 7,2 skala Richter terjadi di barat daya Pulau Pagai, Mentawai, Sumatera Barat. Sebuah tsunami pun lahir, menghantam kawasan pantai barat gugusan kepulauan di kabupaten terluas di Sumatera Barat itu.
Kurang 24 jam, pada Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB, Gunung Merapi mengeluarkan erupsi pertama setelah dari sebulan sebelumnya dinyatakan bahaya. Erupsi-erupsi menghasilkan awan panas yang kemudian diketahui menewaskan 29 orang termasuk Juru Kunci Merapi, Mbah Maridjan.
Srikandi Pendidikan di Bumi Sikerei
Ditulis oleh: Toni
Mentawai, hanyalah gugusan pulau-pulau kecil yang mengapung-apung atau bahkan timbul-tenggelam di tengah samudera raya. Ia bahkan hanya digambarkan dengan secuil goresan dalam peta Indonesia, tapi, ada bayak generasi penerus yang membutuhkan kita untuk membangun mereka.
Iklim, cuaca, dan kondisi alam yang tidak bisa diprediksi karena dapat berubah sewaktu-waktu membuat arus transportasi ke Mentawai terbilang sulit. Transportasi udara dan air di sini dapat berhenti setiap saat karena badai, ya, ini memang negeri penuh badai. Dampak dari faktor-faktor tersebut menjadikan Mentawai cukup terisolasi, hingga pembangunan berbagai bidang di sini pun sangatlah lamban.
Selengkapnya :
http://www.pesat.org/news_empat.html
Mentawai, hanyalah gugusan pulau-pulau kecil yang mengapung-apung atau bahkan timbul-tenggelam di tengah samudera raya. Ia bahkan hanya digambarkan dengan secuil goresan dalam peta Indonesia, tapi, ada bayak generasi penerus yang membutuhkan kita untuk membangun mereka.
Iklim, cuaca, dan kondisi alam yang tidak bisa diprediksi karena dapat berubah sewaktu-waktu membuat arus transportasi ke Mentawai terbilang sulit. Transportasi udara dan air di sini dapat berhenti setiap saat karena badai, ya, ini memang negeri penuh badai. Dampak dari faktor-faktor tersebut menjadikan Mentawai cukup terisolasi, hingga pembangunan berbagai bidang di sini pun sangatlah lamban.
Selengkapnya :
http://www.pesat.org/news_empat.html
Mentawai Si Cantik nan Eksotis
Sejumlah tempat tidur busa disimpan di uma atau rumah adat Mentawai di Butui, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Keberadaan barang buatan pabrik itu amat mencolok dibandingkan dengan isi uma lainnya, seperti tengkorak binatang dan peralatan memasak yang semuanya dibuat warga Mentawai.
“Tempat tidur itu untuk para turis. Mereka juga yang membelinya, juga barang lain seperti tas,” kata Aman Jazali, sikerei yang menghuni rumah adat tersebut. Sikerei adalah pemimpin upacara adat.
Selengkapnya :
http://www.pasirpantai.com/sumatera/mentawai/mentawai-si-cantik-nan-eksotis/
“Tempat tidur itu untuk para turis. Mereka juga yang membelinya, juga barang lain seperti tas,” kata Aman Jazali, sikerei yang menghuni rumah adat tersebut. Sikerei adalah pemimpin upacara adat.
Selengkapnya :
http://www.pasirpantai.com/sumatera/mentawai/mentawai-si-cantik-nan-eksotis/
Langganan:
Postingan (Atom)